Selasa, 18 September 2012

:::::::_cerpen_::::::::



“TA’ARUF”


Perkenalan itu bukan hal yang aku rencanakan atau bahkan tak dia inginkan pula. Berawal di sebuah surau milik pamannya tempatku mengaji sejak kelas II SD hingga menjelang Ujian Nasional SMA tahun 2012. dipertemuan yang kesekian kalinya ini aku dan dia belum juga saling mengenal, sampai saat itu setelah sholat maghrib aku berbincang dengan kakak sepupunya yang sedari dulu menjadi teman mengajiku yang paling setia. Di bangku panjang yang terletak persis di bawah kenitu itu, akun di dipaksa berkenalan dengan dia, si gadis berkerudung itu, tapi nyaliku tak seberapa kalau untuk berkenalan langsung dengan seorang cewek (maklum dulu masih culun). Terpaksa aku minta nomer hp-nya di kakak sepupunya. Anehnya lagi, hp saja aku ndak punya, bagaimana mau sms atau telpon dia..? Satu masalah baru…
Malam itu juga, sepulang dari surau, tas cokelat milik ibuku langsung aku geledah. Benar saja, ada hp butut punya ibu. Dengan peci hitam dan baju koko yang masih kukenakan, aku menatap layar kuning hp butut itu dengan sedikit bingung mencoba mengirim pesan nomer baru si gadis berkerudung di surau tadi. Tak lama berselang pesanku di balas.
Perkenalan itu berlangsung singkat tanpa sedikitpun basa basi. Malam itu menjadi sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, pertama kalinya aku berkenalan dengan seorang gadis berkerudung seperti dia. Dan malam itu selalu ku ingat-ingat hingga kutandai kalender yang bergantung di dinding biru kamarku, Rabu, 7 Januari…
            Di surau, malam-malam setelah tanggal itu menjadi berbeda, aku jadi sering memperhatikan dia, jadi sering melempar senyum kepadanya. Dalam hati aku berterima kasih sungguh kepada kakak sepupunya, pun pada-Mu Yaa Robb…
            Di luar begitu panas, namun dalam ruang kelasku tak kalah panas ditambah aroma keringat yang sangat mengganggu setiap desah nafasku. Pak guru geografiku terus saja menjelaskan materi pelajaran, di telingaku suara pak guru ibarat suara radio rusak yang menambah penat suasana. Namun begitu asiknya diriku dalam jalan pikiranku yang isinya semua tentang suasana semalam di surau yang intinya tentang dia, si gadis berkerudung itu. Layaknya seorang pujangga menuliskan  kata demi kata menjadi beberapa baris puisi, puisi pertamaku tentang dia, si gadis berkerudung itu.


'Tak Semua SepertiMu'
oleh:aku

Gadis. . .
Tak semua sepertiMu
Anggun dan senyummu manis
Di balik jilbab putihMu
Kaulah sempurna bagai mawar
Itulah Dikau
Jilbab bagai duri mawar , yang selalummenjagamu
Teduhkan jiwa
Sejukkan hati
Menatap wajah mempesona
Berpaut jilbab suci
Jangan pernah Kau lepaskan
Lambang kesucian
Biarkan itu abadi
Karena aku akan lebih menyukai


            Entah karena dia atau bukan, aku jadi lebih menyukai gadis berkerudung, seperti ada kesan tersendiri saat dipandang.

”terima kasih, puisinya bagus banget….” Satu pujiaan berarti darinya ketika kusampaikan pesan berisikan puisi berjudul 'Tak Semua SepertiMu' yang kubuat di sekolah tadi. Puas rasanya puisi pertamaku tak sia-sia kubuat untuknya.
            Malam harinya bulan terlihat purnama, kelip bintang begitu jelas seolah turut bahagia melihatku dengan persaanku yang tak pernah sepi sejak tanggal 7 januari lalu. Kisah perkenalan sebagai sahabat itu berlanjut hingga kini entah hari keberapa.
Bertemu di surau berpisah di surau, pertemuanku dengannya sejauh sholat maghrib dan isya’. Mungkin ALLAH punya sekenario tersendiri tentang aku dan dia agar aku lebih bisa memanfaatkan waktu dan terus bersabar. Satu hal yang harus ku akui, niatku agak berubah ketika adzan maghrib berkumndang dan aku harus berangkat ke surau. Karena satu dan lain hal yang semuanya itu adalah karena si gadis berkerudung itu.
Sore berikutnya, mega merah di ufuk barat mulai tampak, seperti sebuah panggilan untukku untuk segera berangkat ke surau. Senyumnya yang teduh masih kulihat jelas saat sesekali dia menatapku balik. Betapapun itu, senyumnya adalah pesan kebahagiaan yang pertama ku tangkap saat melihatnya walau tanpa sepatah kata darinya, dan itu memuaskan perasaanku…
            Berlanjut dirumah, layar kuning hp ibuku melukiskan setiap kata-katanya dalam pesan singkatnya. Satu hal yang membuatku terkejut, katanya esok dia tak lagi ada di surau milik pamannya itu, lantaran liburannya harus berakhir dan harus kembali ke rumahnya yang di kota.
Sebuah pertemuan suatu saat akan berakhir dengan perpisahan, besoklah saatnya…Namun bukan berarti semuanya harus berakhir. Tidurku malam itu jadi tak tenang, subuh belum menjelang aku sudah terbangun
Pagi itu untuk terakhir kalinya aku melihatnya melintas di depan rumahku. Aku hanya bisa berdoa agar suatu waktu aku dan dia dipertemukan dalam waktu yang tepat dan diliputi kebahagiaan. Dan hingga petang menjelang, ku biarkan perasaanku sibuk untuk mukia merindukannya sebagai sahabatku.


RINDU
Oleh: aku

Disini. ..
Diantara bintang
Aku memilih sunyi
Dimana etlah kutanam
Hektaran rindu untukmu
Ketika malam berjtuhan
Hingga terdampar pagi

Dan untuk pertama kalinya
Ku merasa Kau begitu jauh
Meski Kita berteduh
Di bawah langit yang sama
. . .

Puisi itu sedikit rasa yang kutuangkan dari benaku ketika hari pertama Dia tak ada lagi dalam setiap pandanganku.
            Berlanjut di surau, tak ada lagi dia,seorang yang bisa mengalihkan perhatianku dan seolah sibuk memperhatikannya usai sholat maghrib..


bersambung...



Oleh: ahmad teguh hervianto

Sabtu, 31 Desember 2011

-puisi antara kita-

Tak Semua Sepertimu
oleh: herviant

Gadis...
Tak semua sepertimu,
Anggun dan senyummu manis
Di balik jilbab putihmu
Kaulah sempurna bagai mawar
Itulah dikau
Jilbab bagai duri mawar yg selalu menjagamu
Teduhkn jiwa,
Sejukkan hati
Menatap wajah mempesona
Berpaut jilbab suci
Jangan pernah kau lepaskan
lambang kesucian
Biarkan itu abadi
Karena aku akan lebih menyukai
(ephynt)*


Rindu
oleh: herviant

Disini. . .
diantra bintang
Ku memilih sunyi
Dimana telah ku tanam
Hektaran rindu untukmu
Ketika malam berjatuhan
Hingga terdampar pagi
Dan untuk pertama kalinya
Kumerasa kau begitu jauh
Meski kita berteduh di bawah langit yg sama
(ephynt)*


puisi rindu
oleh: herviant

Sudah berapa kuarter bulan berganti
Rindu vektormu semakin besar berbanding lurus
Terhadap masa
walau hatiku tak memliki limit
jangan lama kau terbenam
aku ini ibarat unsur pada golongan.7A
yg selalu butuh satu elektron untuk stabil dan elektron itu adalah kau, yg memliki elektron valensi satu
aku bukan tak bisa tanpa dirimu
tapi kau yg bisa melengkapiku

(ephynt)*